Selamat datang pribadi unggul

Sebuah perjalanan anak manusia yang selalu mempunyai keinginan dan harapan untuk senantiasa tumbuh walaupun ada resiko dalam menjalani prosesnya

29 Juni 2009

orang tua biasa tapi luar biasa part 3

Dalam tulisan sebelumnya digambarkan bagaimana kehidupan dan kesederhanaan keluarga kami. masa-masa kecil yang penuh dengan keindahan khas nuansa pedesaan. Permainan anak-anak waktu itu masih sangat sederhana karena untuk membeli mainan yang bagus harus menunggu ada acara hajatan. Kenapa menunggu ada hajatan ? jawabnya penjual mainan hanya akan berjualan di hajatan tersebut yang sering kali diramaikan dengan acara kuda lumping, Lengger (semacam tayub), wayang kulit. Selain mengandalkan hajatan untuk beli mainan harus menunggu mamake ( panggilan khas saya kepada ibu) pergi kepasar itupun kalau ikut. Angkutan kepasar cukup sulit karena mobil masih jarang adapun jenis-jenis mobilnya adalah Pick Up dan Truk, anak-anak kalau diajak kepasar pasti akan sangat gembira karena akan melihat dunia luar yang sangat maju yaitu kota, tempat dimana banyak mobil lalu lalang dan banyak toko yang menjual mainan dan makanan. Di dalam angkutan itu sendiri akan berisi bermacam-macam barang dagangan seperti kelapa, gula merah,kambing, ayam,Jengkol,petai dll. Bisa dibayangkan betapa serunya perjalanan kepasar yang melalui jalan-jalan yang naik turun dan sering kali rusak karena pengaspalan tidak sebaik jalan di kota. Setiba dipasar biasanya keliling ketempat sayuran dan pakaian dan tentu tidak lupa ke warung makan ditengah-tengah pasar dan Ibu biasanya memesankan saya nasi rames plus daging sapi satu potong. Pasar yang kita tuju bukan seperti Mall jaman sekarang tapi lebih ke arah pasar tradisional yang becek dan bau, kalau orang daerah banyumas pasti tahu pasar Banyumas terletak didekat jembatan sungai serayu dan merupakan satu-satunya pasar yang besar di daerah kami. Pulang dari pasar sekitar jam 1 siang dan sampai rumah bisa sampai jam 3 sore karena setelah turun dari mobil dilanjutkan dengan jalan kaki untuk sampai kerumah. Pada saat umur 5 tahun di desa sudah ada Taman Kanak-kanak (TK) namanya TK Pertiwi, Tidak semua anak berani masuk TK terutama buat saudara saya waktu pendaftaran dia diantar sama Uwa (Panggilan untuk kakak dari Ibu) sesampai didepan kelas saudaraku menangis dan sama sekali tidak mau masuk dan akhirnya pulang kerumah (Nantinya saudara saya menjadi bintang kelas di SDN IV Kemawi), kelas kami menumpang di SDN IV Kemawi sebuah awal pendidikan yang sangat menarik dan menyenangkan, Ibu Khalifah dan Asistennya Ibu Tisem adalah guru yang pertama mengajar kami, orang yang baik dan banyak melatih kita menjadi anak percaya diri walau kami dari Desa diujung bukit. di TK ini kami sering diajak ikut perlombaan dan yang paling dinanti-nanti adalah siaran di Radio Republik Indonesia (RRI Purwokerto) kalau sudah ada jadwal ke RRI semua pasti sibuk dan semua pasti menyimak acaranya lewat radio. Saya paling sering didaulat untuk membacakan puisi. Seragam kebesaran yang kita pakai celana pendek biru,rompi warna biru plus dasi warna biru, kemeja dalam warna putih dan gaya rambut sempong (persis gayanya Pak Harmoko). Sepulang dari acara kami pulang seakan-akan seperti pahlawan yang baru pulang dari medan perang.

Bersambung ya....

28 Juni 2009

Orang tua biasa tapi luar biasa part 2

Dalam bagian pertama diceritakan betapa indahnya desa kemawi dan disisi lain dalam hidup kita ini sering kali dihadirkan manusia-manusia luar biasa yang mendukung keberadaan kita. Kehidupan berlanjut Maryo kecil tumbuh dengan kasih sayang sebuah keluarga sederhana yang sedang belajar membangun sebuah keluarga yang sakinah mawadah warohmah. Saya ingat sekali mungkin sekitar umur 3 tahun kena penyakit kulit, maklum didesa belum ada dokter apalagi puskesmas dan untuk ke kota butuh waktu 1 jam itupun harus menggunakan kendaraan. Beruntung keluarga besar begitu menyayangi saya karena mereka dengan rela menggendong dan memandikan tanpa rasa takut kena penyakit kulit. Dulu ada obat yang sering dipakai dan dicampur dengan air mandi warnanya merah, dengan obat itulah penyakit itu sembuh. Ada peristiwa yang tak terlupakan yaitu waktu ada pentas kuda lumping (Ebeg) di dekat rumah saya digendong sama Embah putri dan kaki saya ditutupi kain biar tidak kena debu,lalat dan kejadian itu terekam kuat dalam memory saya mungkin dengan begitulah saya merasakan banyak kasih sayang dari seluruh keluarga. Mereka sering main dan menginap dirumah walau rumah kami sangat sederhana khas rumah di desa , dapur yang terbuat dari anyaman bambu dan berlantaikan tanah ditambah dengan pawon (alat masak yang terbuat dari batu dengan bahan bakar kayu kering) menjadikan keindahan tersendiri rumah mungil tersebut. Untuk berkunjung kerumah tetangga atau saudara pada malam hari kita lakukan dengan jalan kaki dan sering kali menggunakan alat bantu berupa obor (praktisnya pakai daun kelapa kering yang diikat lalu ujungnya dibakar). Dan menariknya lagi televisi waktu itu masih jarang dan hanya orang-orang tertentu yang mempunyainya, listriknya menggunakan Aki yang sekitar 6 hari sekali dicharge (Disetrum) paling ramai warga nobar (nonton bareng) pada hari sabtu malam minggu dan hari minggu bukan karena banyak pegawai atau anak sekolah tapi karena acara di TVRI yang paling disukai ada dihari sabtu dan minggu. Televisinya masih berbody besar mungkin saat ini dikira lemari tamu karena yang ukurannya 21 Inch bodinya cukup untuk lemari tamu. Cerita lucunya kalau pas hari sabtu listrik akinya habis saudara-saudara saya menggabung dengan aki tetangga dengan teknik tertentu jadilah itu aki Koalisi dan malam minggu bisa lihat film akhir pekan.

bersambung lagi ya.... trima kasih